Kamis, 09 Desember 2010

SKB

Peran Penting SKB

Institusi Sanggar Kegiatan belajar (SKB) yang berada di tingkat kabupaten/kota merupakan salah satu instrumen yang sangat penting dalam menunjang pelaksanaan pendidikan nonformal dan informal di kabupaten/kota. Sebelum era reformasi, sebagaimana tercantum dalam SK Mendikbud RI No. 023/0/1997, SKB merupakan UPT Ditjen Diklusepora yang mempunyai tugas melaksanakan pembuatan percontohan dan pengendalian mutu pelaksanaan program pendidikan luar sekolah, pemuda, dan olah raga. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut SKB memiliki fungsi 1) Pembangkitan dan penumbuhan kemajuan belajar masyarakat dalam rangka terciptanya masyarakat gemar belajar; 2) Pemberian motivasi dan pembinaan masyarakat agar mau dan mampu menjadi tenaga pendidik dalam pelaksanaan azas saling membelajarkan; 3) pemberian pelayanan informasi kegiatan Dikluspora; 4) Pembuatan percontohan berbagai program dan pengendalian mutu pelaksanaan program dikluspora; 5) Penyusunan dan pengadaan sarana belajar muatan local; 6) Penyediaan sarana dan fasilitas belajar; 7) Pengintegrasian dan penyingkronisasi kegiatan sektoral dalam bidang Dikluspora; 8) Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga pelaksana Dikluspora; 9) Pengelolaan urusan tata usaha sanggar.

Sejak diberlakukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 maka peran dan fungsi SKB juga menjadi bagian dari semangat otonomi daerah yang terkandung dalam undang-undang tersebut. Pengelolaannya pun diserahkan pada pemerintah daerah kabupaten/kota.

Setelah adanya otonomi daerah, peran dan fungsi SKB per masing-masing daerah relatif lebih beragam sesuai dengan karakteristik dan kebijakan pemerintah kabupaten/kota masing-masing. Keberagaman ini boleh dikata sebuah keniscayaan dan suat kelebihan dan di sisi lain bisa jadi suatu hal yang melemahkan.

SKB yang sudah terbentuk sampai saat ini sebanyak 348 SKB yang tersebar di sekitar 483 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Keberadaan SKB sangat dibutuhkan dalam rangka perluasan akses, pemeratan dan peningkatan mutu, dan relevansi program PNFI. Oleh karena itu, diharapkan setiap kabupaten/kota dituntut untuk memiliki satu SKB standar. Dengan demikian masih diperlukan pembentukan 137 SKB baru di seluruh wilayah Indonesia.

Dari 348 SKB yang ada, belum sepenuhnya dapat menyelenggarakan program-program PNFI secara maksimal. Permasalahan yang muncul antara lain: 1) ketidakjelasan legalitas SKB dalam sistem pemerintahan daerah; 2) ketidakjelasan kedudukan, peran, dan fungsi SKB dalam sistem pendidikan nasional; 3) belum terstandardisasinya tugas dan fungsi serta aspek-aspek kelembagaan lainnya; 4) belum terstandarkannya sistem perekrutan pimpinan dan staf; 5) terbatasnya jumlah dan kualifikasi ketenagaan yang dimiliki; 6) terbatasnya sarana dan prasarana yang dimiliki; 7) rendahnya komitmen pemerintah daerah dalam mengalokasikan anggaran operasional; 8) koordinasi lintas sektor, khususnya antara SKB dengan Dinas Pendidikan, masih belum berjalan dengan baik; 9) masyarakat secara umum masih belum banyak mengenal keberadaan dan fungsi SKB; dan 10) rendahnya partisipasi dan kemitraan masyarakat. Oleh karena itu, dalam rangka pengembangan SKB diperlukan adanya standar sebagai acuan bagi pemerintah daerah dan internal SKB.

Permasalahan di atas berdampak pada kualitas layanan dan pembinaan penyelenggaraan program pendidikan nonformal dan informal yang belum maksimal. Program-program yang diselenggarakan belum memiliki relevansi dengan kebutuhan masyarakat, mutu, daya saing, pertanggungjawaban, dan pencitraan publik yang baik. Adanya prinsip-prinsip pengembangan kelembagaan yang standar, diharapkan SKB mampu melaksanakan fungsinya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dengan kualitas yang prima di seluruh wilayah Indonesia.

Selain itu, perkembangan terkini menunjukkan bahwa peran dan fungsi SKB tidak lebih menonjol dari PKBM. Terdapat beberapa kasus di mana penyelenggaraan program SKB yang harusnya berbasis percontohan, yang artinya bisa dicontoh oleh lembaga lain, justru kualitasnya di bawah standar. Boro-boro lembaga lain mau mencontoh, bisa ada kegiatan yang berjalan saja masih untung. Mungkin itu kalimat yang akan diucapkan.

Tidak dapat dipungkiri, terdapat beberapa SKB yang sangat prestatif. Selain mampu menyelenggarakan program yang berkualitas, sumber pendanaan mereka pun diperoleh dari beragam sumber secara berkelanjutan, baik dari APBD dan juga dari mitra-mitra strategis. Tentunya profil kelembagaan SKB seperti ini yang diharapkan oleh masyarakat dan perlu terus dikembangkan dan dipupuk keberadaannya. Merekalah adalah salah satu garda depan dalam penyelenggaraan program PNF di tingkat kabupaten/kota.

Tulisan ini merupakan pencerahan bagi para pihak yang berkepentingan terkait keberadaan SKB agar terus berjuang mengembangkan kelembagaan SKB menjadi lebih bermutu dan berkualitas lagi.

Tidak ada komentar: